Sabtu, 28 Februari 2009

The Curious Incident of the Dog In the Night-time (Insiden Anjing di Tengah Malam yang Bikin Penasaran)

Pekanbaru, 1 Maret 2009

Judul Buku : The Curious Incident of the Dog In the Night-time (Insiden Anjing di Tengah Malam yang Bikin Penasaran)

Penulis : Mark Haddon

Penerbit : KPG (Gramedia)

Tahun : 2004

“Valueable life lesson from the Aspenger ”

Pertamakali aku tahu berkenalan dengan buku dahsyat ini pada tanggal 11 Januari 2005 yang lalu. Waktu itu aku tengah dilanda kejenuhan dengan rutinitas kuliah dan seperti biasa aku menghabiskan waktu ke Gramedia di jalan Sudirman. Awalnya, niat ke Gramedia hanya ingin membaca buku gratis (seperti yang biasa dilakukan oleh para mahasiswa lainnya) sambil lihat-lihat buku politik untuk kuliah.

Ketika asik berada di sudut politik dan sosial, iseng-iseng aku menuju ke bagian novel dan fiksi, disitu lah aku menemukannya. Tersusun manis di rak paling depan. Warna cover nya yang menarik, pink, warna favoritku. Gambar depan bukunya juga membikin rasa penasaran, gambar sketsa seekor anjing yang mati terhunus oleh sebuah garpu kebun dengan gambar bulan sabit dan bintang diatasnya, menunjukkan kalau kejadian itu terjadi di tengah malam, seperti judul novelnya aku juga ikut dan larut penasaran dengan kejadian matinya sang anjing pudel itu.

Seperti biasa, aku langsung mengambil buku itu dan membaca bagian belakangnya, well sangat menarik dan tentu saja bikin penasaran. Seperti halnya ritual atau apapun namanya, tapi bagiku pantang dan sudah jadi kebiasaan untuk tidak membuka segel buku dan membaca halaman terakhir buku (apalagi buku yang benar-benar niat ingin aku beli dan baca), tanpa pikir panjang aku langsung ke kasir untuk membayar dan tidak sabar pulang kerumah untuk membaca buku tersebut.

Pada dasarnya buku ini adalah buku misteri pembunuhan yang tak biasa. Tak biasa karna cerita dan penokohan digambarkan melalui kacamata seorang anak berusia 15 tahun. Menariknya karena sang detektif, pencerita sekaligus sang tokoh utama cerita adalah penderita Sindrom Aspeger, sejenis autisme.

Cerita dimulai pada suatu malam, ketika sang tokoh utama yakni Christopher John Francis Boone tengah menghabiskan waktu duduk dan berada di jalan didekat rumahnya pada tengah malam. Seperti biasa Christopher yang senang menghabiskan malam-malam dengan menyusuri jalan disekitar lingkungan rumahnya karena ia seorang penderita autisme yang suka menyendiri. Sebagai seorang penyandang autisme Sindrom Aspenger, dia memiliki sifat kikuk dalam masalah sosialisasi dan senang melihat segala sesuatu secara mendetil. Ketika tengah berjalan-jalan tanpa disangka ia menemukan anjing tetangganya Nyonya Shears tergeletak mati, terhunus oleh garpu kebun halaman rumah Nyonya Shears. Nyonya Shears pun kaget dan berteriak ketika mengetahui Christopher ada di TKP bersama sang anjing dan segera memanggil polisi. Ketegangan pun muncul saat ia berada di kantor polisi untuk diintograsi namun karena tidak cukup bukti bahwa Christopher sang pelaku maka ia pun dilepaskan.

Disinilah awal cerita semakin menjadi menarik karena dengan kejadian tersebut, Christopher menjadi termotivasi untuk membuat sebuah buku novel pembunuhan anjing tersebut. Ia ingin mengungkapkan siapa dalang dibalik pembunuh anjing Nyonya Shears tersebut.

Lembar demi lembar buku ini sangat menarik dan tidak membosankan untuk dibaca karena unik dan memang bikin penasaran. Ada beberapa hal yang menarik bahkan fakta unik yang bisa kita dapatkan ketika membaca buku ini:

1. Christopher Boone (sang tokoh utama) suka dengan angka bilangan prima sehingga pada buku ini tiap bab ditulis dimulai dengan bilangan prima (2, 3, 5, 7, 11 dan seterusnya).

2. Tiap bab pada buku tersebut (bab bilangan prima) menceritakan kisah dengan gaya bertutur selang-seling, maksudnya pada bab 2 (sebagai bab pertama) Christopher menceritakan kisah awal pembunuhan anjing tersebut namun di bab 3 ia akan menceritakan tentang dirinya, alasan kenapa membuat novel tentang pembunuhan anjing tersebut, fakta-fakta unik tentang segala hal baik tentang ayahnya yang ditinggal pergi oleh sang istri (ibu Christopher), Siobhan (guru yang menangani tentang autisme dan sekaligus menjadi temannya), fakta-fakta tentang matematika (pelajaran kesukaannya) dan semua hal menarik yang ditemuinya ketika mencari pembunuh anjing tersebut. Seterusnya seperti itu di bab 5 yang kembali menceritakan tentang pembunuhan tersebut dan bab 7 ia kembali menceritakan fakta-fakta unik. Sehingga membaca buku ini kita tidak hanya dapat cerita yang menarik dari sudut pandang anak autis yang menarik tetapi juga fakta-fakta unik yang kadang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Intinya buku ini pasti menambah pengetahuan. Seperti contohnya: “bilangan prima berguna untuk membuat sandi dan di Amerika tergolong Bahan Militer sehingga kalau kau menemukan bilangan prima yang terdiri lebih daripada 100 angka kau harus melapor CIA dan bilangan itu mereka beli seharga 10.000 dollar, tapi itu bukan cara yang baik untuk mencari nafkah…….” (dikutip pada Bab 19). Lucu sekaligus menarik.

3. Novel ini dilengkapi dengan gambar-gambar seperti peta rumah Christopher dan gambar-gambar yang ia temui sepanjang perjalanannya. Sehingga tergambar bagaimana pola piker seorang autis yang suka akan detil dan terperinci. Semua dikarenakan Christopher penyandang autisme Sindrom Aspenger sehingga ia cenderung menjelaskan segala sesuatu secara mendetil, mulai dari bentuk, sifat dan apa yang dilihatnya, apapun itu. Sehingga cerita ini lain dari yang lain.

4. Menghibur, karena gaya bercerita yang apa adanya, seperti saat Christopher digiring ke kantor polisi karna dijadikan saksi atas kematian anjing milik Nyonya Shears, polisi menggeledah dan menyuruhnya mengeluarkan semua isi saku baju nya, ia menjelaskan bagaimana sang polisi dan apa saja yang ada dikantongnya pada saat itu, seperti : “ Lengan Sersan di meja piket penuh bulu dan kukunya bekas digigit-gigit sampai berdarah. Ini yang kubawa dikantong: 1). Pisau lipat Swiss Army dengan 13 perlengkapan termasuk alat kupas kabel dan gergaji dan tusuk gigi dan pinset, 2). Seutas tali, 3) Sepotong puzzle kayu yang bentuknya seperti ini (digambarkan)……….” (pada Bab 23). Bukan hanya itu Christopher juga menggambarkan kebingungannya pada idiom-idiom ataupun pepatah yang ada dimasyarakat, hal ini dapat dimaklumi karena para penyandang autisme tidak bisa menangkap kata-kata yang bersifat pepatah, idiom, basa-basi bahkan ekspresi bahasa maupun ekspresi tubuh.

5. Cerita semakin mengerucut ketika Christopher menyelidiki siapa pembunuh anjing tersebut, ia pun mulai meruntutkan para orang-orang (termasuk Nyonya Shears) yang memiliki kemungkinan membunuh anjing pudel itu dan alasan orang-orang tersebut dicurigai sebagai pelaku dan tega membunuh anjing kecil tersebut.

6. Runtutan cerita yang dikemas menarik, lucu dan apa adanya semakin menjungkir-balikkan Christopher pada kisah hidupnya sendiri, hidup ayahnya, kisah kepergian ibunya dan lingkungannya. Menarik dan penuh petualangan ketika Christopher menemukan kenyataan yang menyakitkan sekaligus meluluh lantahkan hidupnya akan sebuh kebenaran yang disembunyikan ayahnya selama ini. Hal tersebut berujung pada kebulatan tekadnya untuk menemukan ibunya yang pergi meninggalkan dirinya dan ayahnya serta alasan kuat dan yang selama ini tidak ia ketahui tentang kenapa ibunya meninggalkan mereka.

7. Disini cerita semakin lebih personal dan lebih mendalam tentang Christopher namun tetap saja berakhir manis dan tidak lepas dari alur tentang pencarian pembunuh anjing pudel milik Nyonya Shears. Unpredictable ending.

Secara keseluruhan buku ini tetap menjadi top of the top in my favourite book list karena ceritanya yang unik, menarik, satir namun tetap penuh kandungan normatif tentang pencarian jati diri meskipun sang tokoh utama adalah seorang penderita Autisme.

Novel yang mengharu biru ini menghantarkan sang penulis, Mark Haddon untuk mendapatkan anugerah dari berbagai penghargaan sastra, antara lain Whitbread Novel Award 2003 (hadiah sastra yang bergengsi di Inggris). Mark Haddon sendiri adalah seorang pengarang, illustrator, penulis naskah film yang telah menulis lima belas buku anak-anak dan memenangkan dua BAFTA (British Academy of Film and Television Art).

Me and this book for the life lesson, tiap buku baik novel, fiksi ataupun non fiksi (political economy books) selalu akan berakhir pada sebuah perenungan akan hidup yang aku ambil. Karena aku yakin tiap buku diciptakan selalu mempunyai makna normatif dan berakhir pada esensi pencarian dan pemaknaan hidup manusia dan lingkungannya. Begitu juga buku mengagumkan ini.

Selain mengetahui tentang perilaku para penderita autis sindrom Aspenger dan fakta-fakta unik yang menyertai buku ini tanpa sadar kita juga diajak berpikir bahwa segala sesuatu ada alasan (everything comes for the reason) dan sudah kodrati bagi manusia (baik sadar ataupun tidak sadar) memaknai alasan tersebut.

Kita sebagai manusia (yang menamai diri) normal kadang tidak menyadari sesuatu di depan mata sangat berharga dan ada untuk sebuah hikmah yang tersembunyi. Kita terlalu disibukkan dengan pelabelan, self image, pencitraan, apapun namanya yang kadang mengatur hidup dengan rutinitas yang melelahkan dan menjemukan.

Pernah tidak kita menyadari kenapa hidup di saat kita kecil begitu menantang, menggairahkan, penuh warna dan menarik? Semua karena kita selalu mengawali segala sesuatu dengan bertanya dan keingintahuan. Namun ketika kita dewasa, keengganan untuk bertanya, dalam kerangka yang lebih sempit dan personal memudar dengan sendirinya. Kita menganggap bertanya baik dalam hal umum maupun khusus (tentang hidup) hanya sesuatu yang kurang lebih pemborosan waktu, inefesiensi waktu dan membuang tenaga. Namun disitu lah letak “kekanakan” yang kita pelihara. Rasa ketidakingin-tahuan kita itulah yang menjauhkan kita pada satu akhir yang umum, hidup teratur dan penuh kebosanan (sistimatika dan umum), rutinitas menyeret kita pada hidup yang hampa dan tidak berwarna. Itulah sebabnya kadang ketika kita berada pada suatu situasi (yang menurut banyak orang dan umumnya) yang sangat enak seperti karir yang cemerlang dan hidup yang berkecukupan, menjadi hampa dan worthless karena rasa ingin tahu tadi tidak terpupuk dan cenderung diabaikan sehinga megnhitam-putihkan hidup yang seharusnya berwarna.

Breakthrough your life and out from your common life system lebih tepat diringkaskan tentang esensi dan hikmah yang didapat dari buku ini. Menjadi dewasa sering diartikan hidup teratur dan mengikuti pakem yang ada, itu yang menjadikan hidup hanya berakhir pada hitam-putih bukan hidup yang berwarna. Melalui kacamata bocah autis dalam penokohan Christopher secara sederhana “menyeret” kita untuk tidak terjebak pada alur pikiran yang sistematis yang diciptakan oleh kehidupan yang protokoler, kaku, self image, pencitraan, pelabelan dan terlalu ikut pada alur hidup yang desktruktif. Kita diajak untuk masuk ke dunia “anak-anak” tanpa perlu meninggalkan kedewasaan berpikir. Bahasa yang sederhana namun penuh perenungan kadang mengagetkan dan memberikan perenungan bahwa ternyata hidup masih bisa dibawa fun dan lepas dari dikotomi kehidupan yang ruwet dan penuh dengan intrik. Live your life with cheer and express yourself out of system karna hidup begitu berwarna dan terlalu indah untuk dikungkung dalam doktrin yang kaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar